Siapakah orang yang layak disebut bahagia? Mengapa ia bahagia?
 

sumber gambar : https://rrhr.com.au/wp-content/uploads/2013/12/happiness_in_the_classroom-e1460739237819.jpg

Sebenarnya, apa itu bahagia? Benarkah orang yang kita temui hari ini yang mengaku bahagia itu benar-benar bahagia? Maksudku, dia tahu bahagia itu apa. Lalu merasakan dirinya berada dalam kondisi itu. Itulah mengapa akhirnya dia menyebut dirinya bahagia?

Mengapa saya memulai tulisan kali ini dengan satu paragraf diatas? Karena sudah menjadi tips umum yang sering ditemukan bahwa "untuk menjadi bahagia kau tak perlu merasa bahagia. Tapi kau hanya perlu mengaku bahagia. Maka kau akan bahagia.".

Tips umum ini tak berlaku untuk saya. Sering kali saya merasa bingung dengan ketidaksesuaian antara perasaan sebenarnya dan keinginan untuk segera mengakhirinya. 

Jadi, apa yang membuat orang bisa bahagia? benarkah bahagia itu adalah sebuah keputusan untuk merasa bahagia? Keputusan menjadi bahagia? Atau ada hal lain yang sebenarnya lebih dalam tentang alasan yang membuat orang bahagia?


Bahagia itu tidak merasa sedih? 

Beberapa orang terkadang mendefinisikan hal-hal tertentu dengan mudah seperti ia-nya hanyalah kondisi lawannya-kebalikannya. Misalnya lapar adalah merasa kenyang. Suka adalah tidak benci. dan lainnya. Sekilas ini memang benar. Tapi kita juga harus mengakui bahwa tak semua hal bisa dikenali dengan melihat kebalikannya. 

Kita tak bisa mengatakan dia cantik karena dia tidak jelek atau sebaliknya. Biasanya kita akan menyebutkan sisi mana yang membuat dia cantik, kan? untuk mendukung opini kita yang menyebutnya cantik. Misal, matanya yang indah, postur tubuh yang bagus, tinggi badan yang proporsional ,rambut hitam, dan seterusnya. Kita tidak serta merta mengatakan dia cantik karena dia tidak jelek kan?

Sama halnya dengan bahagia. Kita tidak bisa mengatakan diri kita tidak bahagia hanya karena kita merasa sedih. Atau sebaliknya. 
Pengertian kebahagian bukanlah sesederhana keterbalikan dari rasa sakit, kesedihan, atau ketidaknyamanan (Caiccopo, 1999).


Setiap orang bisa bahagia?

Seligman, salah satu ahli psikologi positif mendefinisikan kebahagiaan sebagai muatan emosi dan aktivitas positif. Orang yang menyebut dirinya bahagia adalah orang yang merasakan emosi positif dalam dirinya dan melakukan aktivitas positif. 

Ketika berbicara mengenai emosi dan aktivitas itu adalah bagian dari individu itu. Bagian dari orang yang bersangkutan. Maksudku, tiap orang memiliki artian emosinya masing-masing. Ada yang mendapatkan gaji kemudian muncul sensasi emosi dalam dirinya dan menyebutnya dirinya bahagia. Ada yang mendapatkan kabar proposal beasiswanya diterima kemudian muncul sensasi emosi dalam dirinya kemudian mengatakan "aku bahagia". Begitu juga dengan aktivitas, setiap orang punya rambu-rambu sendiri mengenai aktivitas positif itu. 

Yang ingin saya katakan adalah bahwa setiap orang memiliki hak dan cara masing-masing untuk bahagia. Dengan mengingat kembali ke dalam dirinya tentang emosinya, tentang aktivitasnya. Setiap individu memiliki cara yang berbeda dalam mencari kebahagiaan sesuai dengan budayanya (Compton, 2005)


Apa yang membuat orang bisa bahagia? 

Ada beberapa penyebab orang bisa bahagia. Diantaranya adalah apa yang ada dalam diri orang tersebut, seperti kepribadiannya, nilai hidup, keyakinan yang terdapat pada diri individu. Beberapa hal ini berpengaruh besar dalam mempengaruhi kebahagiaan seseorang. 

Dari beberapa hal yang ada dalam diri itu, terdapat nilai hidup dan keyakinan yang terdapat pada diri individu. Nilai hidup dan keyakinan dalam diri ini didapat dari proses belajar dari lingkungan. Bagi orang dewasa yang sudah makan banyak asam garam hidup (katanya), asam garam ini akan mempengaruhi nilai hidup dan keyakinannya. Asam garam ini didapat dari berbagai kejadian, berbagai tempat. Salah satunya adalah agama yang kita anut.

Sebagai orang beragama, saya mengakui nilai hidup dan keyakinan yang saya miliki berasal dari agama itu. Yang ingin saya katakan lagi adalah dalam hal ini kita melihat adanya sebuah pola hubungan antara agama dan kebahagiaan tadi. Menjalani hidup sesuai dengan prinsip-prinsip agama yang kita anut akan mempengaruhi kebahagiaan kita. Dalam hal ini akan membuat kita merasa bahagian. 

Dan itu bukan hanya analisis pribadi saja. Seligman (dalam Darokah dan Diponegoro, 2005) dalam berbagai pernyataan mengemukakan bahwa nilai moral yang terkandung dalam ajaran berbagai agama dan budaya merupakan hal yang cukup penting dalam mengatasi berbagai masalah psikologis, yaitu dengan cara membangun emosi positif. Jadi, melalui penerapan nilai moral yang ada dalam agama dapat membangun emosi positif. Adanya emosi positif adalah kebahagiaan itu sendiri.

Jadi, mengapa orang bisa bahagia? Salah satu jawabannya adalah karena mereka memiliki emosi positif dari penerapan prinsip-prinsip agamanya. Menurutku, satu jawaban ini sudah cukup untuk menuju kebahagiaan itu.